Banjir Palembang Terus Berulang, Penanganan Cuma By Accident 

Banjir yang menggenangi salah satu kawasan Kota Palembang. (humaidy kenedy/rmolsumsel.id)
Banjir yang menggenangi salah satu kawasan Kota Palembang. (humaidy kenedy/rmolsumsel.id)

Banjir yang berulang terjadi di Palembang khususnya di Simpang Polda harus menjadi evaluasi bagi pemerintah. Hal ini dikarenakan rancangan selama ini sudah tidak sesuai serta pengelolaan yang kurang dari pemerintah.


Pakar Tata Air dan Lingkungan dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Dr Ir Edward Saleh MS mengatakan penyelesaian banjir di Palembang seharusnya tidak dilakukan berdasarkan kejadian atau by accident. Melainkan harus dilakukan secara permanen dan berkelanjutan dengan perencanaan jangka panjang yang tepat.

"Dengan pompa portable itu tidak efektif dalam mengentaskan banjir secara permanen," katanya saat dihubungi RMOLSumsel.id, Rabu (13/4).

Dia menilai banjir yang kerap terjadi di Kawasan Simpang Polda itu diakibatkan kolam retensi di kawasan tersebut sudah tidak sanggup menampung curah hujan yang tinggi. Terlebih lagi, kapasitas saluran pembuangan juga terbilang kurang besar dari yang dibutuhkan, ditambah lagi sedementasi atau tumpukan lumpur dan tanah. Belum lagi jaringan pipa dan kabel di dalam saluran hal ini tentunya menghambat aliran air.

"Baiknya Dinas PUPR Palembang ataupun Sumsel harus segera mengevaluasi atau menganalisis dari pangkal terkait penyebab banjir tersebut, mulai dari volume kolam retensi, saluran pembuangan, perawatan, normalisasi, hingga hal-hal lain yang menjadi penyebab turunnya efektivitas kerja dari kolam retensi dan saluran pembuangan," terangnya.

Diperlukan evaluasi dan rancangan ulang, karena dia menilai kondisi saat ini sudah tidak sesuai dengan rancangan sebelumnya ditambah lagi kurangnya pengelolaan yang dilakukan pemerintah. Dengan evaluasi tersebut maka dapat diketahui apakah rancangan antara curah hujan-kapasitas kolam-kapasitas saluran sudah tidak sesuai, apakah perawatan kolam dan saluran tidak sesuai rencana, apakah anggaran perawatan dan pengelolaan kurang, atau ada hambatan non teknis seperti ada bangunan yang menghambat aliran yang diluar kewenangan kota

Dari hasil evaluasi tersebut, bisa dilakukan tindaklanjut untuk mengatasi hal tersebut. Seperti, frekuensi pembersihan dan penyedotan lumpur di kolam harus ditingkatkan atau antisipasi pra banjir apabila akan ada turun hujan berdasarkan ramalan BMKG. Bahkan jika perlu saluran pembuangan harus diperlebar dan dibuat tertutup agar volume drainase dapat ditingkatkan.

"Kalau mengandalkan pompa portable terus tentu akan memakan biaya dengan penyelesaian yang tidak permanen," jelasnya.

DPRD Sumsel Minta Pemkot Palembang Sesuaikan Pembangunan Berdasarkan Amanat Perda Rawa

Selain kapasitas kolam retensi dan saluran air atau Box Culvert yang tidak sesuai, beberapa penyebab terjadinya banjir diduga akibat banyaknya penimbunan rawa disekitaran Simpang Polda hingga ke Jalan Kasnariansyah.

Hal ini diungkapkan Anggota DPRD Sumsel, Antoni Yuzar saat diwawancari RMOLSumsel.id, Rabu (13/4).

Dia mengakui banjir ini memang kerap terjadi di seputaran Simpang Polda Sumsel. Hal ini menjadi rutinitas dikala hujan meskipun telah terjadi pengerukan kolam retensi. Pihaknya pun telah melakukan reses dengan masyarakat dan pejabat setempat dari hasil reses tersebut yang menjadi penyebab banjir yaitu; Pertama, saluran air yang saat ini masih kecil dan perlu dibesarkan. Kemudian, penimbunan yang terjadi sekitar Simpang Polda Sumsel sampai ke Jalan Kasnariansyah.

"Ini menjadi faktor penyebab banjir. Apalagi, penimbunan Rumah Sakit Sriwijaya yang semula rawa-rawa kini ditimbun semua," katanya.

Karena itu, dia meminta Pemkot Palembang turun ke lapangan untuk melihat setiap pembangunan, dan menyesuaikan pembangunan berdasarkan amanat Perda Rawa.

“Jangan-jangan tidak ada lagi kolam retensinya, sudah ditimbun semua,” kata Ketua Komisi I DPRD Sumsel ini.

Dia juga mengingatkan Pemkot Palembang agar membuat regulasi buka tutupnya pintu air agar tidak berdampak kepada rumah warga sekitar. Menurutnya, penggunaan pintu air itu untuk mengurangi banjir. Meski demikian, dia mengaku walaupun pintu air tidak ditutup kondisi banjir masih tetap terjadi di wilayah tersebut, karena menurutnya, pengerukan kolam retensi Simpang Polda tidak membawa pengaruh banyak.

“Ya, kadang-kadang walaupun pintu airnya tidak ditutup, banjirnya juga masih terjadi,” pungkasnya.