Aturan Tak Jelas, Truk Batu Bara Melaju Bebas di Jalinsum Muara Enim, Imbas Peningkatan Produksi PTBA? 

Angkutan truk batu bara yang melintas di jalanan Muara Enim. (noviansyah/rmolsumsel.id)
Angkutan truk batu bara yang melintas di jalanan Muara Enim. (noviansyah/rmolsumsel.id)

Angkutan batu bara terus menjadi persoalan yang tak kunjung selesai di Kabupaten Muara Enim. Warga di Bumi Serasan Sekundang mengeluhkan kemacetan yang kerap terjadi di Kecamatan Lawang Kidul dan Tanjung Agung akibat mobilitas angkutan batu bara. 


Kemacetan terjadi di ruas jalan lintas Sumatera (Jalinsum) Muara Enim-Baturaja tepatnya di titik Lawang Kidul menuju Simpang Meo. Selain itu, ruas kemacetan juga terjadi di ruas Lawang Kidul-Tanjung Jambu. 

Konvoi angkutan batu bara yang terlalu rapat serta banyaknya yang parkir sembarangan menjadi penyebab kemacetan. Aktivitas angkutan batu bara ini disinyalir sebagai imbas dari peningkatan volume pengiriman dari PT Bukit Asam yang menyuplai batu bara ke PT Semen Baturaja. 

Salah satu warga Muara Enim, Mubarak (32) mengeluhkan antrian yang sangat padat yang kerap terjadi di Jalinsum karena dampak dari mobilitas angkutan batu bara.

Tak jarang, dirinya mendapati ada beberapa angkutan batu bara yang berangkat di siang hari, padahal sudah ada kesepakatan bahwa batu bara berangkat dari stockfile itu sekitar pukul 21.00 WIB.

"Lalu lintas di sepanjang jalinsum ini kian semrawut, saya tidak tahu kenapa masih didapati angkutan Batu Bara yang melintas sore hari dalam keadaan berisi, apa karena mogok atau ada kendala sehingga meneruskan perjalanan siang hari," ujar Mubarak kepada Kantor Berita RMOL Sumsel, Jumat (27/12).

Dia berharap, aparat berwajib dapat menindak sopir truk yang nakal mencuri start dalam melakukan pengiriman. 

"Saya berharap pihak berwajib dan yang berwenang  bisa menertibkan kendaraan-kendaraan ini, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan," ujarnya.

Keluhan juga datang dari pemasok sayur-mayur, Maulana (46), yang mengeluhkan kemacetan di ruas Tanjung Agung dan Lawang Kidul. Hal ini menghambat proses pengiriman sayur-mayur.

Biasa jam 10.00 WIB malam sudah tiba di Pasar Inpres Muara Enim kadang bisa pukul 02.00 WIB malam, begitu juga sebaliknya dari arah Muara Enim menuju Semendo juga kadang berangkat jam 15.00 WIB dari Muara Enim tiba di Semendo pukul 24.00 WIB.

"Perjalanan yang mestinya ditempuh paling lama 4 jam jadi 9 jam, itu tentu banyak merugikan masyarakat, belum lagi debu yang berterbangan sudah sangat parah, baik debu Batu Bara atau debu biasa," ujarnya. 

Meningkatnya volume angkutan batu bara yang melintas di ruas Jalinsum Muara Enim-Baturaja disinyalir sebagai imbas dari pengiriman batu bara dari PT Bukit Asam menuju PT Semen Baturaja. 

"Sebenarnya setelah tambang ilegal ditertibkan polisi beberapa waktu lalu, aktivitas truk angkutan batu bara relatif lebih lengang. Tetapi, kok ini malah ada peningkatan," kata Ketua DPP Gerakan Masyarakat Suka Lingkungan Hijau (Gemasulih) Muara Enim, Andi Candra saat dibincangi.  

Dia menduga, meningkatnya aktivitas tersebut disebabkan adanya pengiriman batu bara ke PT Semen Baturaja yang dilakukan sejak beberapa waktu lalu. 

"Sayangnya, pengiriman ini menggunakan jalan umum. Nah, ini yang menurut saya semakin membuat masyarakat menderita. Seharusnya, mereka gunakan kereta atau jalan khusus saja," bebernya. 

Di sisi lain, tata cara pengangkutan batu bara setelah keluarnya Pergub 74/2018 tidak dijelaskan.   Pergub tersebut hanya mencabut Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengangkutan Batubara Melalui Jalan Umum.

"Jadi tidak ada petunjuk teknis lagi mengenai pelaksanaan pengangkutan batu bara di jalan umum. Harusnya diberikan aturan dan batasan. Kompensasi diberikan sampai kapan dan teknisnya seperti apa," terangnya. 

Bukan tidak mungkin, kata Andi, hal ini memang dibuat sumir agar bisa dimanfaatkan dengan maksud tertentu. "Tim pengawasan yang dibentuk melalui Keputusan Gubernur Sumsel No 165/2022 juga tidak menjelaskan bentuk pengendalian angkutan batubara seperti apa. Ini yang kita pertanyakan," tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PTBA, Niko Chandra mengatakan, pihaknya memang melakukan pengiriman batubara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) ke PT Semen Baturaja Tbk (SMBR). 

Hanya saja, pengiriman pada Desember ini lebih rendah ketimbang bulan sebelumnya. "Bulan Desember ini justru lebih rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya," katanya. 

Bahkan, sambung Niko, pada tanggal 23-26 Desember ini, PTBA tidak melakukan pengiriman batubara sama sekali. "Pengiriman (batu bara,red) baru dilanjutkan pada tanggal 27-29 Desember," jelasnya. 

Sehingga, lanjutnya, dirinya membantah isu yang menyebutkan jika kemacetan di ruas Jalinsum Muara Enim disebabkan oleh truk angkutan yang mengangkut batu bara milik PTBA. "Dengan demikian, kemacetan yang terjadi, seharusnya tidak disebabkan oleh aktivitas pengiriman tersebut," tandasnya. (*/tim)