Anggaran Tambahan Rp1,24 Triliun untuk Tahun 2022 Belum Cair, Tunggu KPU Revisi DIPA

Gedung KPU RI/net
Gedung KPU RI/net

Anggaran belanja tambahan (ABT) 2022 untuk pelaksanaan tahapan Pemilu Serentak 2024 belum juga dicairkan pemerintah. Ternyata, faktor penyebabnya ada di Komisi Pemilihan Umum (KPU).


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mengungkapkan hal tersebut melalui akun Twitter pribadinya, yang dikutip Redaksi, Kamis (4/8).

Mulanya, dia menjelaskan soal ABT 2022 yang disetujui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah hasil rasionalisasi dari pengajuan KPU yang telah dibicarakan secara bersama-sama.

"Dana pemilu pasti disediakan oleh Pemerintah sesuai dengan hitungan yang telah disepakati," ujar Mahfud.

Dengan begitu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menegaskan, besaran ABT untuk Pemilu Serentak 2024 yang telah disetujui pemerintah sudah disiapkan uangnya. Hanya saja, KPU belum merevisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

"Untuk kebutuhan tahun 2022 sudah disiapkan Rp 1,24 trilliun, tapi pencairannya menunggu DIPA yang harus dibuat oleh KPU," ungkapnya.

Di samping itu, Mahfud juga menjelaskan soal pengajuan anggaran multi years yang dimasukkan ke dalam ABT tahun ini, sehingga dalam usulannya KPU mencatat sisa anggaran yang dibutuhkan adalah Rp 5,4 triliun.

"Untuk tahun 2023 dan 2024 akan dimasukan ke APBN tahun yang bersangkutan, tak bisa tahun ini. Ini kan multi years," tandas Mahfud MD.

Berdasarkan dokumen rincian anggaran Pemilu Serentak 2024 yang dibutuhkan tahun ini, anggaran yang diajukan KPU kepada Kemenkeu mulanya sebesar Rp 8,06 triliun. Hanya saja yang disetujui pertama kali Rp 2,45 triliun.

Karena masih memiliki selisih yang cukup besar, yakni Rp 5,4 triliun, akhirnya KPU mengajukan ABT ke Kemenkeu. Namun setelah dilakukan pembahasan bersama, yang disetujui hanya 1,24 triliun.

Maka dari itu, KPU mengklaim masih ada sisa anggaran yang dibutuhkan untuk tahun ini yang belum disetujui Kemenkeu, yakni sebesar Rp 3,69 triliun.

Akibat dari persetujuan yang tidak sesuai dengan pengajuan itu, KPU memperkirakan pelaksanaan tahapan pemilu untuk tahun ini tidak akan optimal. Pasalnya, ada sejumlah pos anggaran yang tidak dapat terpenuhi.

Jika dilihat dari rincian anggaran yang diajukan KPU untuk tahun 2022 ini sebesar Rp 8,06 triliun, turut dimasukkan sejumlah tahapan Pemilu Serentak 2024 yang notabene baru dilaksanakan multi years, mulai akhir tahun 2022 hingga 2023 dan 2024.

Berikut ini rincian tahapan dan anggaran multi years mulai akhir 2022 hingga tahun 2023 dan 2024:

1. Penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan (14 Oktober-9 Februari 2023)

Kebutuhan: Rp 251 miliar

Realisasi: Rp 164,3 miliar (65,47 persen)

Kekurangan: Rp 86,6 miliar

2. Pencalonan anggota DPD (6 Desember 2022-25 Novermber 2023)

Kebutuhan: Rp 130,9 miliar

Realisasi: Rp 98,7 miliar (75,47 persen)

Kekurangan: Rp 32,1 miliar

3. Persiapan tahapan kampanye pemilu (28 November 2023-10 Februari 2024)

Kebutuhan: Rp 1,5 miliar

Realisasi: Tak masuk DIPA dan ABT

Kekurangan: Rp 1,5 miliar

4. Persiapan pemungutan dan penghitungan suara (14-15 Februari 2024)

Kebutuhan: Rp 15,9 miliar

Realisasi: Tak masuk DIPA dan ABT

Kekurangan: Rp 15,9 miliar

5. Persiapan penetapan hasil pemilu

Kebutuhan: Rp 5,6 miliar

Realisasi: Tak masuk DIPA dan ABT

Kekurangan: Rp 5,6 miliar.

Sementara itu, untuk rincian anggaran yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tahapan tahun ini adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan program dan regulasi

Kebutuhan: Rp 958,3 miliar

Realisasi: Rp 629,8 miliar (65,72 persen)

Kekurangan: Rp 328,4 miliar

2. Pendaftaran, verifikasi, dan penetapan peserta pemilu

Kebutuhan: Rp 882 miliar

Realisasi: Rp 686,3 miliar (77,81 persen)

Kekurangan: Rp 195,7 miliar

3. Penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan

Kebutuhan: Rp 251 miliar

Realisasi: Rp 164,3 miliar (65,47 persen)

Kekurangan: Rp 86,6 miliar.

Adapun anggaran dukungan tahapan pemilu yang dimasukkan dalam kebutuhan anggaran tahun 2022 ini adalah:

1. Gaji

Kebutuhan: Rp 1,79 triliun

Realisasi: Rp 1,42 triliun (79,61 persen)

Kekurangan: Rp 365,1 miliar

2. Sarana prasarana, operasional perkantoran, IT dan lain-lain

Kebutuhan: Rp 4,02

Realisasi: Rp 562,3 miliar (17,21 persen)

Kekurangan: Rp 3,33 triliun.