Analogikan Toa Masjid Seperti Suara Gonggongan Anjing, Ulama Sumsel : Menag Jangan Asal Ngomong

Sekretaris Jendral Forum Ukhuwah Ulama Umaro Sumsel (FU3SS) Habib Mahdi Shahab. (Ist/Rmolsumsel.id).
Sekretaris Jendral Forum Ukhuwah Ulama Umaro Sumsel (FU3SS) Habib Mahdi Shahab. (Ist/Rmolsumsel.id).

Sekretaris Jendral Forum Ukhuwah Ulama Umaro Sumsel (FU3SS) Habib Mahdi Shahab angkat bicara terkait pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menganalogikan suara toa masjid sama seperti gonggongan anjing.


Habib Mahdi mengatakan, apa yang disampaikan oleh Menag haruslah kalimat-kalimat yang bijak dan teratur. Bukan kalimat yang asal-asalan. 

“Seorang menteri itu harus bijak, apalagi kalau dia cerdas dan pintas. Bahasa yang dikeluarkan tentu harus yang baik dan diatur, jangan asal ngomong. Apalagi kalau sampai memberikan analogi yang dapat menyakiti hati masyarakat,” katanya saat diwawancarai, Kamis (24/2).

Pada prinsipnya, Habib Mahdi mengaku dapat memaklumi aturan terkait masalah speaker atau pengeras suara tersebut. Hanya saja, dirinya menyesali adanya ucapan dari tokoh penting yang malah terkesan seperti menimbulkan kegaduhan ditengah masyarakat.

Dia menilai, bila tak mampu bicara dengan bahasa yang bagus, alangkah lebih baik bila pejabat tersebut tidak menuangkan statement apapun.

“Aturan inikan sifatnya surat edaran yang artinya tidak memaksa dan ini juga dibuat baru satu minggu, jadi perlu dilihat respon masyarakat seperti apa. Jangan malah belum apa-apa sudah mengeluarkan diksi-diksi yang melukai hati,” tambahnya.

Selain itu, aturan yang sebelumnya telah mendapat respon beragam dari publik tidak perlu memaksa dan dipukul rata untuk semua daerah, sebab baginya harus ada penyesuaian terhadap karakter budaya lokal.

 Masyarakat yang telah terbiasa hidup bertetangga dengan masjid, menurut Habib Mahdi malah akan merasa senang mendengar suara adzan dan lantunan ayat suci yang biasa dibunyikan lewat pengeras suara.

“Jadi kalau sudah rapi dengan kondisi sebelumnya, buata apa dirubah. Biarkan dengan karakter yang sudah ada, mereka malah senang bisa dibangunkan saat subuh tiba. Artinya masyarakatnya saja yang perlu menyesuaikan dengan kawasan tempat tinggal, kalau mau tinggal berdekatan dengan masjid harus siap dengan suara adzan yang besar,” ungkapnya.

Dia mengatakan hal inilah yang menjadi keragaman antar umat beragama di Indonesia dan telah hidup selama bertahun-tahun lamanya tanpa menimbulkan konflik besar. “Sama halnya dengan Palembang, hidup dengan keragaman agama malah bisa hidup dengan kondusif dan nyaman. Kita enjoy dan aman, sebab kita sudah biasa hidup dengan banyak perbedaan kan? Lagipula kalau mau dipaksa seragam nanti malah akan berbenturan dan menimbulkan masalah,” sambung dia.

Habib Mahdi juga berharap dengan adanya pernyataan yang saat ini viral di media sosial ini tidak menimbulkan gesekan dan ketersinggungan antar masyarakat beragama, mengingat sejauh ini Palembang menjadi daerah zero konflik keagamaan.

“Lebih bagus kalau statement ini jangan sampai masuk di Palembang, karena nanti akan menimbulkan konflik saja,” tegasnya.

Meski dianggap keterlaluan, pernyataan Yaqut lewat video wawancara tersebut sampai saat ini masih didalami kebenarannya oleh ulama Palembang ini. “Sekarang kami masih mencari versi lengkapnya, meskipun ke depan sudah ada tapi jangan sampai asal ngomong dan asal bunyi. Apalagi sampai membuat analogi kebablasan, masa suara anjing disamakan dengan suara toa masjid. Inikan keterlaluan,” tutupnya.