Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel mencatat, sungai yang ada di Sumsel memiliki angka Indeks Kualitas Air (IKA) yang cukup rendah lantaran tercemar dengan oleh limbah yang berasal dari aktivitas manusia. Dimana penyumbang terbesarnya berasal dari aktivitas pertambangan.
- Atasi Konflik Pencemaran Warga vs Musi Prima Coal Cs, Gubernur Sumsel Bakal Surati Bupati Muara Enim dan Wali Kota Prabumulih
- Aktivis Desak Pemprov Sumsel Cabut Izin Usaha Perusahaan Pelanggar Lingkungan
- Dugaan Pencemaran Golden Oilindo Nusantara di Ogan Ilir Jadi Sorotan, Tim Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Segera Turun
Baca Juga
Kepala DLHP Sumsel Edwar Candra melalui Kabid Gakkum, Yulkar Pramilus mengatakan, setiap tahunnya DLHP melakukan monitoring pengawasan terhadap kualitas air sungai yang ada di Sumsel. Pengukuran dilakukan di 73 titik pantau di berbagai wilayah yang dilalui sungai. Dari pengukuran yang dilakukan pada 2021, angka IKA Sumsel hanya mencapai angka 58,25. Jauh dari target yang ditetapkan pada RPJMD yang harusnya mencapai 67,05.
“IKA tahun 2021, dari beberapa beberapa titik pantau dan parameter mengindikasikan jika pencemaran berasal dari aktivitas tambang,” ujar Yulkar saat menjadi narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) Dampak Aktivitas Pertambangan di Sumsel dalam Perspektif Lingkungan Hidup dan Keadilan Ekonomi yang digelar Kantor Berita RMOLSumsel di Hotel Grand Ina Daira, Minggu (5/6).
Yulkar mengatakan, IKA sendiri merupakan salah satu indikator pengukuran Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). Selain juga diantaranya Indeks Kualitas Udara (IKU), Indeks Kualitas Lahan (IKL) serta Indeks Kualitas Air Laut. Menurutnya, Pemprov Sumsel telah mencanangkan target peningkatan IKLH. Dari 62,04 di 2017 menjadi 67,85 di 2013.
“Di 2021 lalu, IKLH kita sudah mencapai 69,70. Kami berusaha agar seluruh komponen ini bisa terpenuhi,” ujarnya.
Dia menuturkan, untuk mencapai target IKA yang telah ditetapkan, pihaknya akan meningkatkan standard baku mutu pengelolaan limbah perusahaan yang berada di sekitar wilayah sungai. Apalagi, proses pengawasan yang diamanahkan dalam UU Cipta Kerja telah mewajibkan perusahaan menggunakan pendekatan teknologi.
“Harapannya, pengawasan bisa lebih baik lagi kedepannya,” bebernya.
Penurunan kualitas air sungai turut disoroti oleh Peneliti Hidrolik dan Lingkungan Universitas Bina Darma Palembang, Prof Dato Achmad Syarifuddin. Dari beberapa penelitian kualitas air sungai yang ada di wilayah pertambangan seperti di Kabupaten Muara Enim, kandungan kimia air sungai mengalami peningkatan yang cukup signifikan ketika melintasi aktivitas tambang batubara.
“Penurunan kualitas air sungai enim cenderung meningkat secara signifikan akibat adanya kegiatan industri pertambangan batubara sehingga berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat,” ungkapnya.
Perbaikan kualitas lingkungan hidup utamanya sungai membutuhkan keseriusan dari seluruh stakeholder. Terutama lembaga pengawasan dalam memberikan sanksi. Sehingga, pelaku usaha di industri pertambangan dapat lebih memperhatikan kondisi air sungai.
“Ini butuh keseriusan. Seluruh masyarakat harapannya dapat ikut berkontribusi dalam hal pengawasan kualitas air sungai ini,” tandasnya.
FGD tersebut digelar untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Peserta berasal dari instansi pemerintahan, organisasi penggiat lingkungan, organisasi wartawan dan media massa, budayawan, politisi serta organisasi mahasiswa.
- KIP Sumsel Tolak Gugatan LSM GAKOS karena Cacat Formil
- Polisi Gagalkan Peredaran 312 Butir Pil Ekstasi di Lubuklinggau, Dua Remaja Ditangkap
- Atlet Wushu Asal Muara Enim Sumbang Medali Perunggu di PON XXI