Aktivis Sumsel mengecam upaya sekelompok pihak yang melakukan pembungkaman kelompok kritis pemerintah melalui kriminalisasi. Seperti yang dialami oleh tiga aktivis yakni Munarman, Haris Azhar dan Fatia.
- Puluhan Aktivis Kumpul Satukan Sikap Lawan Perusak Demokrasi
- Aktivis Munarman Bebas Murni Hari Ini
- Beri Warna Positif Media Sosial, Jurnalis hingga Aktivis Bersatu Bangun JCC Network
Baca Juga
“Kami mengecam pembungkaman suara-suara kritis. Seperti yang dialami kelompok-kelompok kritis,” kata salah satu aktivis yang juga Advokat di Palembang, Sri Lestari Kadariah saat diskusi bersama di Rest Area Café, Jumat malam (25/3).
Acara diskusi tersbut tak hanya melibatkan aktivis dari advokat Palembang, melainkan gabungan dari berbagai aktivis di Sumsel seperti Aktivis 98, Aktivis Reformasi, Walhi Sumsel, dan penggiat LSM.
Menurut Sri, konsep di dalam negara demokrasi, setiap orang berhak memberikan kritik terhadap pemerintah. “Kami bersolidaritas ini untuk saling mendukung dan menguatkan, bahwa keadaan ini (pembungkaman suara-suara kritis) kalau terus dibiarkan ketidakadilan akan semakin semena-mena,” ucapnya.
Ada dua kasus kriminalisasi aktivis yang saat ini tengah disoroti. Yakni kasus Munarman dan kedua kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Dalam kasus Munarman, Lis mengatakan kalau mereka berkeyakinan dalam proses peradilan tersebut adanya rekayasa. Sebab dalam pledoi Munarman, kata Lis, dijelaskan kalau upaya pembungkaman Munarman ada pada titik ketika mantan Sekretaris FPI tersebut mengkritisi kasus KM 50.
"Dalam pembelaannya sudah jelas Munarman akan menjadi target untuk dipenjarakan karena dirinya ingin membongkar kasus KM 50. Kalau itu dibongkar akan banyak nama-nama pejabat besar yang terungkap," jelasnya.
Tak hanya itu, Lis juga mengatakan aksi kritis Munarman juga sangat dekat dengan kelompok-kelompok Islam. Sehingga dirinya dikriminalisasi bahkan dilabeli dengan cap teroris.
"Disini yang bersuara kritis dan mengkritiki habis pemerintah, bisa juga mereka akan dikriminalisasi. Misalnya, Munarman yang sering beraktivitas dengan kelompok-kelompok Islam maka dia dicap teroris," ucapnya.
Di wilayah Sumsel, Munarman dikenal banyak melahirkan aktivis-aktivis pejuang khususnya yang ada di Palembang. Tak hanya itu, Munarman juga dianggap sosok yang memperjuangkan hak asasi manusia.
"Yang jelas itu (Munarman) tokoh di Sumsel yang dulunya berinteraksi erat dengan kami. Jadi Munarman berseberangan secara politik dengan pemerintah, dirinya dilakukan kriminalisasi karena mengkritik pemerintah," kenang Lis.
Lis menambahkan kalau dirinya beserta rekan aktivis lain telah mengikuti sudah mengikuti kasus Munarman sejak awal.
"Apapun keputusannya kami tetap menyatakan kalau kasus ini tidak harus dilakukan, kasus pembungkaman, kasus yang sengaja direkayasa untuk membungkam suara-suara kritis," paparnya.
"Kami berencana untuk melakukan aksi nantinya melalui doa bersama dan diskusi bersama," tambahnya.
Sementara itu, untuk kasus yang dialami Hariz Azhar dan Fatia Maulidiyanti ketika mengkritisi permasalahan di Papua juga dikriminalisasi melalui Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dirinya pun beranggapan kalau pidana menjadi cara pemerintah mengkriminalisasi mereka-mereka yang kritis untuk dibungkam sehingga tidak bersuara dengan kasus-kasus tersebut.
"Haris dan Fatia ini karena kekritisannya menyikapi kasus di papua dikenakan UU ITE. Mereka memberikan informasi kemudian dijerat dengan UU ITE. Kami mengkhawatirkan cara-cara pemerintah saat ini membungkam suara-suara kritis lewat kasus pidana," jelasnya.
Bahkan dirinya pun menilai kalau kondisi demokrasi saat ini semakin memburuk. Dimana kekuatan sudah tidak berimbang. Kelompok masyarakat bawah makin ditekan. "Kondisi saat ini balik lagi seperti tahun 1998, mirip sekali. Kami ini ingin menyadarkan kalau kondisi demokrasi kita saat ini mengalami kemunduran, balik arah lagi," tambahnya.
Sikap yang Lis lakukan bersama rekan aktivis lainnya tidak hanya ditujukan untuk proses-proses kasus pembungkaman yang dialami Munarman serta Haris dan Fatia, melainkan untuk orang-orang kritis lainnya.
"Besok lusa bisa jadi terjadi kepada kita atau orang-orang yang kritis lainnya. Tidak hanya sampai keputusan vonis Munarman, tetapi sampai kapanpun kalau keadaan rezim masih seperti ini (membungkam suara kritis)," tegasnya.
Untuk kedepannya nanti, Lis mengatakan akan terus menjaga solidaritas dari setiap aktivis di Sumsel sehingga dapat melakukan diskusi yang menghubungkan satu sama lain.
"Ke depan nanti, kami tetap melakukan diskusi seperti ini sehingga kami terhubung dan menyatu untuk mengkritisi kondisi keadaan sekarang ini. Kami juga mendukung dengan solidaritas kami untuk kedua kasus tersebut," pungkasnya.
- DPRD Muara Enim Usulkan Pergantian Ahmad Rizali, Buntut Polemik dengan Aktivis dan Wartawan?
- PDI Perjuangan Sebut Pernyataan Pj Bupati Muara Enim Tidak Pantas, PKB dan Gerindra Minta Rizali Perbaiki Diri
- Pj Bupati Muara Enim Ahmad Rizali Kembali Tunjukkan Sikap Arogan, Dinilai Tak Layak jadi Pemimpin