Tak Perlu Temui Pendemo, Stafsus Milenial Juga Belum Tentu Paham UU Cipta Kerja

Stafsus milenial presiden RI / net
Stafsus milenial presiden RI / net

Ketua Umum Lembaga Pemantau Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (LPPC19-PEN) Arief Poyuono mengatakan Presiden Joko Widodo dan jajaran tidak perlu menemui pedemo yang menolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).


"Enggak perlu menemui pedemo mahasiswa atau masyarakat yang melakukan demo menolak UU Ciptaker," kata Arief, Selasa (20/10).

Arief juga menyoroti langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sebelumnya mengutus salah seorang staf khusus milenialnya Aminuddin Ma'ruf, menemui demonstran di depan Istana Merdeka, Jumat (16/10) lalu.

Menurut Arief, yang dilakukan Aminudin Ma'ruf juga tidak punya pengaruh terhadap penolakan atas UU Ciptaker tersebut.

"Malah terkesan itu bagian dari setting-an seakan-akan stafsus milenial itu mampu meredam aksi demo mahasiswa. Wong Aminuddin Ma'ruf saja belum tentu mengerti isi dan tujuan UU Ciptaker," seru ketua umum FSP BUMN Bersatu ini.

Karena itu, satu-satunya langkah yang harus dilakukan Presiden Ketujuh RI itu adalah segera menandatangani naskah UU Ciptaker yang telah disetujui dan dikirim DPR ke pemerintah.

"Yang penting sekarang Presiden Jokowi harus menandatangani UU Ciptaker yang sudah disahkan (disetujui-red) oleh DPR RI, sehingga manfaatnya, langsung dirasakan oleh masyarakat," ucap Arief.

Eks waketum Partai Gerindra ini juga menyinggung salah satu isi UU Ciptaker. Misalnya, untuk pekerja sistem PKWT (Pekerja Kontrak Waktu tertentu) yang banyak diputus kontraknya sepihak alias di-PHK akibat dampak Covid-19.

Dijelaskan Arief, pekerja dengan sistem PKWT itu tidak menerima pesangon karena masih menggunakan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

"Nah, dengan diberlakukan UU Ciptaker maka mereka berhak mendapat kompensasi," jelasnya.

Selain itu, katanya, kalau omnibus law UU Ciptaker ini sudah ditandatangani Presiden Jokowi dan dicatatkan dalam lembaran negara, maka pihak-pihak yang menolak bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau sudah ditandatangani presiden, maka masyarakat atau ormas bisa melakukan uji materi di MK jika memang UU Ciptaker ada yang bertentangan dengan UUD 1945," jelasnya.

Dia menambahkan, pemerintah bisa belajar dari pengalaman ketika merevisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga mendapat penolakan dari banyak pihak.

"Jadi penanganan UU Ciptaker pakai model saat pembuatan (revisi) UU KPK saja, yang ditentang besar-besaran toh akhirnya semua menerima juga. Percayalah, masyarakat Indonesia itu cepat lupa kalau sudah merasakan manfaatnya," pungkas Arief.