KSHUMI Tanggapi Pernyataan Menag, Serem Nih..

Polemik seputar pernyataan Menteri Agama tentang radikalisme kembali mendapat tanggapan. Kali ini Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) angkat bicara merespons pernyataan Menag Fachrul Razi soal khilafah.


Poin yang disoroti perkumpulan advokat muslim ini adalah imbauan Menag Fachrul Razi kepada seluruh kementerian dan lembaga untuk jangan menerima orang yang punya pemikiran dan ide mendukung paham khilafah sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Pernyataan tersebut disampaikan Jenderal (Purn) TNI Fachrul Razi dalam webinar bertajuk "Strategi Menangkal Radikalisme pada Aparatur Sipil Negara" yang tayang di akun Youtube Kementerian PAN-RB, Rabu (2/9/2020).

"Khilafah adalah ajaran Islam. Bukan ajaran terlarang. Padahal Islam adalah salah satu agama resmi yang diakui negara," ucap Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Chandra Purna Irawan dalam pendapat hukum yang diterima jpnn.com, Sabtu (5/9/2020).

Dia menyebutkan bahwa konstitusi memberikan jaminan bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya berdasarkan Pasal 28E, Pasal 281 ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 29 UUD 1945. Oleh karena itu, katanya, khilafah sebagai ajaran Islam tetap sah dan legal untuk didakwahkan di tengah-tengah umat.

Mendakwahkan ajaran Islam juga termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, di mana hal ini dijamin konstitusi. Karena itu, Chandra mengingatkan adanya ancaman pidana bagi siapa pun yang memojokkan ajaran Islam.

"Siapa pun yang menyudutkan ajaran Islam, termasuk khilafah, maka dapat dikategorikan tindak pidana penodaan agama," tegasnya.

Chandra berpendapat apabila ada yang menyatakan ".. khilafah faham terlarang dan menuduh menyebarkan kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA", pernyataan ini dapat dinilai sebagai bentuk permusuhan atau kebencian terhadap ajaran agama Islam.

Tindakan itu menurutnya dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran pasal 156a KUHP. Dia juga mengingatkan unsur utama untuk dapat dipidananya Pasal 156a KUHP adalah unsur sengaja jahat untuk memusuhi, membenci dan/atau menodai ajaran agama (malign blasphemies).

"Kemudian dikampanyekan, dibuat narasi dan atau dibuat opini seolah-olah sesuatu kejahatan atau keburukan di hadapan dan atau ditujukan kepada masyarakat baik melalui media dan atau secara langsung," jelas ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat ini.

Ketiga, secara implisit KSHUMI mendorong agar aparat Penegak Hukum segera memproses hukum pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi berdasarkan pasal 156a KUHP terhadap siapa saja yang menyebarkan permusuhan atau kebencian terhadap ajaran agama Islam.

"Dikarenakan Pasal 156a KUHP bukanlah delik aduan, sehingga aparat penegak hukum dapat dengan segera memproses hukum demi terciptanya ketertiban masyarakat," pintanya.

Terakhir, KSHUMI menilai tidak arif dan bijak apabila khilafah sebagai ajaran Islam dikampanyekan, dibuat narasi dan opini seolah-olah sesuatu kejahatan atau keburukan hingga akhirnya menimbulkan kebencian terhadap ajaran agama Islam.

"Dan kami memohon kepada segenap umat Islam untuk melakukan pembelaan terhadap ajaran Islam dari segala potensi kriminalisasi," pungkas Chandra.

Diberitakan, saat menjadi pembicara webiner, Rabu (2/9), Fachrul Razi mengatakan bahwa khilafah tidak dilarang di Indonesia karena tidak ada aturan hukum tertulis yang jelas melarangya. Namun, menurutnya, pemikiran atau ideologi Khilafah patut diwaspadai karena bisa menjadi bibit-bibit paham radikal. Dia menyarankan agar seleksi ASN (Aparatur Sipil Negara) diperketat untuk mencegah penganut khilafah menjadi abdi negara. [ida]