Karet Petani di Sumsel "Pindah Harga", Ini yang Dilakukan Disbun

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) melalui Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Sumsel terus berupaya meningkatkan harga dan mutu karet yang dihasilkan para petani di Sumsel.


Salah satunya dengan membentuk Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) yang terbukti mampu menjadi lokomotif peningkatan pendapatan di masa pandemi Covid-19 ini.

"Dimana harga yang dijual melalui UPPB ada peningkatan Rp2.000 - Rp3.000 per kilogram (kg) dibandingkan dengan harga di tingkat pengepul atau tengkulak," kata Kepala Disbun Sumsel melalui Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil, Rudi Arpian kepada wartawan, Senin (3/8/2020).

Ditambahkannya, Provinsi Sumsel merupakan penghasil karet terbesar di Indonesia, dengan luas areal 1.307.011 hektare (ha) dan produksi 1.082.617 ton karet kering yang diusahakan oleh 576.139 Kepala Keluarga (KK) dan hampir 95 persen diusahakan oleh perkebunan rakyat.

"Dimana kondisi harga karet saat ini bukan lagi turun, tetapi “pindah harga” karena sangat anjlok," imbuhnya.

Masih menurut Rudi Arpian, mengingat penghasil utama karet adalah perkebunan rakyat, harus ada upaya untuk membina petani karet agar produktivitas dan mutu karet tinggi, salah satu alternatifnya adalah memberdayakan petani ke dalam kelompok UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Hasil).

Saat ini sudah bertambah 31 UPPB baru yang sudah teregistrasi dan 10 UPPB dalam tahap pembinaan untuk di registrasi, sehingga sampai saat ini sudah 248 UPPB yang sudah teregistrasi, dan diperkirakan pada Agustus 2020 menjadi 258 UPPB, sedangkan data di 2019 UPPB yang terbentuk baru 2.017 UPPB dengan penambahan paling banyak 25 UPPB per tahun

"Peningkatan cukup besar ini karena adanya kesadaran petani karet untuk bergabung di UPPB secara mandiri atau membentuk UPPB baru dibawah bimbingan Dinas Perkebunan setempat," paparnya.

Dijelaskannya, jumlah desa yang menjadi sentra penghasil karet di Sumsel saat ini mencapai 2.151 desa dari 2.862 desa yang ada. Sedangkan jumlah UPPB yang ada baru 12 persen dari jumlah desa potensial untuk dibentuk UPPB, jadi masih belum sebanding untuk menampung hasil karet dari petani.

Masing-masing UPPB saat ini menerapkan Sistem Lelang 4S (Satu lokasi, Satu mutu, Satu harga dan Satu hari lelang), dengan adanya satu lokasi penimbangan dalam satu desa atau satu kecamatan, otomatis tonasenya akan semakin besar dan mutunya juga semakin terjaga, diharapkan yang ikut lelang langsung dari pabrik crumb rubber maka secara otomatis ini, akan memperpendek rantai tata niaga dan dampaknya harga yang diterima petani akan semakin transparan.

"Pada masa new normal ini diharapkan UPPB dapat menjadi lokomotif perbaikan mutu dan harga karet di tingkat petani," harapnya.