Belajar Kemanusiaan dari DR Lo

MANTAN Presiden Amerika Serikat Barrack Obama mengeluh bahwa bangsanya sudah tidak memiliki peka-rasa terhadap kaum miskin, sehingga ketidakadilan sosial di negara Paman Sam makin parah akibat kaum miskin tidak mampu membayar biaya pelayanan kesehatan.


Gejala yang sama juga terasa di persada Nusantara masa kini. Syukur alhamdullilah, masih ada para warga Indonesia memiliki sisa nurani kemanusiaan. Satu di antaranya adalah dr. Lo Siaw Ging.

Dokter

Lo Siaw Ging lahir di Magelang, sehari sebelum 17 Agustus dan sebelas tahun sebelum 1945. Setelah lulus SMU, Lo Siaw Ging menyatakan kepada orangtuanya tentang cita-citanya untuk menjadi dokter.

Ayahnya, Lo Ban Tjiang yang mengharapkan anaknya meneruskan usaha bisnisnya memberi nasihat bahwa menjadi dokter dan berbisnis tidaklah sejalan. Lo menerima nasihat itu dengan kearifan bahwa seorang dokter tidak seharusnya hanya mengejar pendapatan materi karena tugas utama seorang dokter adalah menolong orang-orang yang membutuhkan.

Lo Siaw Ging menjadi dokter pada tahun 1963 dan bekerja di Poliklinik Tsi Sheng Yuan milik dokter Oen Boen Ing (1903-1982), seorang dokter terkenal di Solo. Pada masa Orde Baru, poliklinik tersebut berubah nama menjadi Rumah Sakit Panti Kosala, dan kini menjadi Rumah Sakit Dokter Oen.

Selama 15 tahun, dokter Lo banyak belajar dari dokter Oen yang disebutnya “Dr. Oen tidak hanya seorang dokter yang brilian tetapi juga sangat sopan dan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi”.

Pengabdian

Setelah Dr.Oen meninggal dunia, Dr. Lo melanjutkan pengabdian kemanusiaan Dr.Oen. Selain melayani pasien kurang mampu tanpa menerima bayaran, dokter Lo bahkan juga membayar biaya pengobatan pasien yang benar-benar tidak memiliki uang.

Setiap akhir bulan, apotek langganan dokter Lo akan memberikan tagihan obat yang besarnya bervariasi antara ratusan ribu hingga jutaan per bulan. Untuk pasien yang sakit parah, dokter Lo juga menyediakan dana pribadi untuk keperluan rawat pasien di Rumah Sakit Kasih Ibu.

“Aku tahu pasien mana yang mampu membayar dan mana yang tidak. Mengapa mereka wajib membayar biaya pengobatan dokter jika nantinya mereka tidak dapat membeli beras? Kasihan anak-anak mereka jika sampai kekurangan makan."

Suatu pemikiran kemanusiaan yang seharusnya dimiliki pemerintah sebagai penyelenggara BPJS. Di masa huruhara terjadi di Kota Solo, Dokter Lo tetap membuka praktek untuk menolong para korban:

“Banyak orang membutuhkan pertolongan, bagaimana aku bisa menolak mereka? Jika semua dokter berhenti praktik, siapa yang akan melayani pasien?

Dr. Lo tetap praktek di masa usia lanjut, “selama aku masih cukup kuat, aku tidak berpikir untuk pensiun. Seorang dokter hanya akan pensiun jika sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Pelayananku memberiku kepuasan yang tidak dapat dibeli dengan uang”.

Kemanusiaan

Seharusnya Donald Trump banyak menimba pelajaran pelayanan kesehatan berdasar Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dari Dr. Lo Siaw Ging. Keberpihakan kepada kaum miskin Dr. Lo Siaw Ging bukan sekedar slogan atau filsafat yang dihafal namun sudah mendarah-daging di jiwa-raga putra terbaik bangsa Indonesia ini.

Andaikata pelayanan kesehatan Indonesia diejawantahkan bukan berdasar paham kapitalisme, utilitarianisme atau pragmatisme materialistik berorientasi pada kepentingan profit, namun pada Pancasila atas pengabdian kemanusiaan dan keadilan sosial seperti yang dilakukan Dr. Lo Siaw Ging maka tidak ada warga Indonesia terpaksa menderita tidak memperoleh pelayanan kesehatan hanya akibat tidak punya uang.

Atas nama seluruh rakyat Indonesia yang menderita akibat tidak mampu membayar biaya pelayanan kesehatan, dengan penuh kerendahan hati saya menyampaikan penghargaan, hormat, dan terima kasih kepada Dr. Lo Siaw Ging. [Jaya Suprana]

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.